
Siapa bilang cinta itu hanya akan bikin kita sedih dan sakit hati? Siapa juga yang bilang kalau cinta juga membuat kita nggak konsentrasi belajar? Ternyata malah sebaliknya, lho. Gara-gara jatuh cinta, aku jadi semangat belajar dan jadi aktif ikut kegiatan ekskul. Sebabnya? Steve, cowok yang sedang aku taksir ternyata super aktif! Bintang kelas, ketua OSIS, kapten basket, dan juara umum Jujutsu SMU tingkat Nasional! Belum cukup alasannya? O iya, dia juga cakep, karena dia juga model! Melupakannya? Oh, tidak. Justru aku tertantang untuk bisa mengalahkannya. Coba hitung berapa banyak cewek yang suka padanya? Lalu bandingkan berapa banyak yang mundur teratur karena tidak percaya diri. Lihat, lebih sedikit bukan sainganku?
Menurutku, mencintai juga butuh taktik. Aku percaya nggak semua orang mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama. Apalagi aku nggak secantik model. Mungkin sulit sekali untuk jatuh cinta pada pandangan pertama denganku. Sebaliknya, mudah sekali mencintai Steve. Sekali pandang, 'tap’ ! Mungkin nggak terhitung cewek yang langsung klepek-klepek saat pertama kali bertemu dengannya.
Tapi tunggu dulu. Meskipun aku nggak secantik model yang sering nampang di majalah dan TV, aku juga mempunyai bakat. Menyanyi ! Aku juga jago bikin puisi. Kerap puisiku dimuat di majalah remaja. Lebih dari lima buah piala lomba menyanyi menghiasi kamarku. So, aku punya alasan untuk terus maju, bukan?
Sore itu jadual Steve latihan basket. Aku tiba di lapangan paling awal. Untuk apa? Aku nggak pernah melewatkan kesempatan melihat Steve latihan basket, meski aku ada di bangku urutan paling belakang. Apalagi sebentar lagi ada turnamen basket se DKI. Meski Steve nggak menyadari keberadaanku, aku nggak perduli. Aku hanya ingin selalu ada untuk menyemangatinya. Sia-sia? Tidak juga. Buktinya Steve selalu mencetak poin setiap kali aku menungguinya latihan atau bertanding !
Lihat disana, di antara pemain lainnya, Steve paling menonjol dan paling banyak mendapat dukungan. Lihat caranya tersenyum … (aku nggak bakalan melupakan senyum khasnya itu!). Hmm, aku memang nggak salah pilih!
Sudah 3 bulan sejak aku jadi anak baru di sekolah ini, belum sekali pun aku punya kesempatan untuk bicara dengannya. Padahal kami sekelas. Aku nggak mau langsung deketin dia dengan alasan yang dibuat-buat. Tidak, itu bukan tugasku. Steve lah yang harusnya mendatangiku. Sabar, begitu ujar batinku setiap kali kelebatan bayangan Steve menarik-narik mataku. Hingga suatu hari …
'Tiara, kan namamu?' aku melonjak kaget. Angin apa yang membuat sosok menawan ini mengajakku bicara? Aku mengangguk gugup.
'Band kami sedang butuh penyanyi. Aku dengar kamu punya suara yang bagus. Kamu bersedia ikut audisi kecil kami besok?' mata cokelatnya berpendar. Steve juga anak band? Wow!
'Gini,' Steve mendekatkan tubuhnya. Aku mencium harum segar karisma yang sekarang di depan mataku. Jangan sia-siakan, Ra …suara bijaksana berbisik di telingaku.
'Baru sebulan ini aku dan beberapa teman yang suka musik membentuk band. Namanya FISH Band,' Steve berhenti sejenak. Aku geli mendengar nama band-nya. Steve tersenyum.
'Namanya aneh, ya? Hehehee … idenya, sih karena semua anggota band kami berbintang Pisces. Aku main drum. Kebetulan penyanyinya belum ada. Ada beberapa calon, salah satunya kamu. Dari beberapa calon itu, kamu calon terkuat. Soalnya setelah aku periksa datamu, ternyata bintang kamu Pisces juga, ya? Itu yang kami cari! Taruhannya ganti nama band, nih kalau misalnya penyanyinya berbintang lain. So, kamu bersedia, kan datang ke tempat ini besok sore?' Steve mengangsurkan selembar kertas bertuliskan alamat. Aku bengong.
'Sst, katanya kalau diam itu berarti ‘iya’ . Jangan telat, yaaa …,' dengan santai Steve berlalu. Hah? Apa yang terjadi barusan? Mimpikah? Aku mencubit lenganku. Sakit! Terima kasih, Tuhan ... karena telah mengijinkan bunda melahirkanku dengan bintang Pisces hihihii …
Untung bunda mengijinkan aku pergi, syukurku dalam hati sambil merapikan t-shirt biruku. Nggak usah dandan berlebihan. Kalau memang Steve menyukaiku, sebaiknya ia menyukai apa yang ‘di dalam’, bukan apa yang tampak dari luar, ujarku bijaksana. Pemikiran seperti ini nggak aku dapat begitu saja, lho. Itu hasil dari hobiku membaca buku ‘bijaksana’ macam serial Chicken Soup. Yup, selesai! Aku mematut di depan cermin sekali lagi.
'Tiara, turun, dong. Dicari temenmu, nih!' suara Bunda dari bawah mengagetkanku. Aduh, pasti Rani mau pinjem pe er lagi. Gawat, nih …kalau sampai ketahuan, besok bisa jadi bahan gosip di sekolah. Aku kelabakan. Tapi udah terlanjur, mau gimana lagi? Aku memutuskan turun ke ruang tamu.
Deg! Jantungku hampir lepas dan berhenti berdenyut. Steve!
'Sore Ra,' Steve berdiri ketika melihatku. Aku gugup.
'Aku takut kamu nggak jadi datang, makanya aku cari alamat rumahmu dan menjemputmu,' katanya sopan menjawab keherananku. Oh, my Godness! Untuk beberapa saat aku speechless!
'Yuk, berangkat sekarang,' ajaknya sambil tersenyum manis. Pasti mukaku merona merah saat itu. Akhirnya setelah pamit, aku nurut saja waktu Steve membimbingku masuk ke VW kuningnya.
Audisi berjalan mulus. Aku resmi jadi vokalis band mereka. Jadi, apa alasanku untuk mundur sekarang? Nggak ada bukan? Aku pulang dengan senyum penuh kemenangan!
Ngobrol, jalan, dan dekat dengan Steve yang dulu merupakan impianku setiap malam, kini menjadi sesuatu yang biasa. Aku kini bebas berlama-lama mengamati wajahnya, menyelami matanya, dan tanpa ragu berjalan disampingnya. Hal ini tentu saja membuat iri teman-teman cewekku yang lain. Setiap Selasa, Kamis, dan Jumat, Steve dan anggota band lainnya seperti Ario, Hari, Nde, dan Indra, kerap menungguiku pulang sekolah, menjemputku latihan band, lalu mengantarku pulang. Tapi sepertinya itu nggak cukup untuk bisa dikatakan kalau aku telah merebut hati Steve. Kabar bagusnya, Steve belum punya pacar! Itu fakta yang aku dapat selama dua bulan bergaul dengannya. Tapi dua bulan bukan waktu yang cukup untuk mengenal seseorang, apalagi memasrahkan hati padanya.
'Pacar Steve sedang sekolah di Amrik,' ujar Ario, pemain bass band kami, santai. Ario pasti nggak tahu kalau ucapannya itu langsung membuatku jatuh ke jurang yang gelap. Antara percaya dan tidak percaya aku memilih mempercayai Ario. Ibaratnya, Ario adalah tangan kanan Steve, begitu juga sebaliknya. Sore itu aku pulang dengan hati yang patah!
Nggak enak badan, itu alasanku menolak latihan band dua hari kemudian. Sepertinya aku perlu waktu untuk menerima kenyataan, kalau aku mencintai pacar orang lain. Itu tidak ada dalam kamusku. Sst, itu juga etika sesama wanita, menurutku. Aku harus tahu kapan waktunya maju dan kapan harus mundur. Aku memang selalu memberi batasan pada sikapku.. Biar aku tumbuh menjadi wanita berprinsip, begitu nasehat bundaku. Aku pikir nggak ada salahnya, meskipun hatiku harus hancur karenanya. Jadi, dengan menguatkan hati, aku mengintip wajah kecewa Steve dan Ario yang menjemputku sore itu.
Besoknya waktu istirahat, Steve menghampiriku yang sendirian di kelas. Sungguh, saat itu aku nggak siap!
'Udah baikan, Ra?' suara khas Steve mengagetkanku. Aku menatap matanya sekilas dan berusaha tersenyum. Steve diam sejenak.
'Kamu tahu apa yang aku suka dari dirimu?' aku menggeleng campur heran. Nggak biasanya Steve mengatakan hal-hal seperti ini.
'Kamu penuh bakat, mandiri, dan tidak cengeng! Satu lagi, kamu selalu tersenyum. Jadi, aku nggak tahu apakah kamu sedang sedih atau senang saat ini, karena kamu selalu tersenyum. Dan jujur, aku sangat menyukai senyummu, Ra.' Aku tercengang. Steve selama ini mengamatiku! Bias malu melingkupiku. Nggak setiap hari aku mendapat pujian seperti ini, apalagi keluar dari mulut cowok yang selama ini menjadi pangeran di hatiku. Aku nggak boleh sedih, tekadku. Meskipun aku tahu kalau ucapan Steve hanya untuk menghiburku, tak lebih. Steve nggak mau melihatku mundur, apalagi kompetisi band yang diadakan salah satu radio gaul di Jakarta tinggal seminggu lagi. Aku melakukannya untuk Steve, kali ini murni karena aku menghormati dan mengagumi pemikirannya. Plus, karena aku ingin menunjukkan kalau Tiara memang gadis yang mandiri dan berbakat seperti perkiraannya. Semangat itu kembali memenuhi hatiku!
Hari ini kompetisi band itu! Sekitar 30 band peserta dan diantaranya sudah terkenal. Minder? Rasa itu pasti ada, karena band FISH adalah band baru. Umurnya saja baru jalan 4 bulan. Tapi Steve mempunyai kekuatan untuk membuat kami yakin dan bebas menunjukkan kebisaan kami yang sudah diasah hanya dalam waktu yang singkat itu.
Aku memandang pangeranku yang kelihatan sangat tampan hari ini dengan jeans dan t-shirt hitamnya. Dia berpaling dan sialnya, aku nggak punya cukup waktu untuk menghindar. Baru kali ini aku kepergok sedang menatapnya. Steve tersenyum. Aku membalasnya sambil menyimpan rasa perih di dada, mengingat senyum itu pasti nggak sepenuhnya khusus untukku. Gadis itu, yang katanya sedang sekolah di Amrik lah yang memilikinya. Aih, pahitnya!
Setelah band yang sekarang tampak sedang manggung itu, band kami peserta selanjutnya. Masing-masing dari kami melakukan pemanasan setelah berdo’a bersama. Apapun nanti hasilnya, menang atau kalah, kami bertekad memberikan yang terbaik. Berdo’a selesai.
Aku menatap penonton dari balik tirai panggung. Wow … berapa ribu orang yang menonton kami? Ario ikut mengintip di sebelahku.
'Ra, kamu sering-sering ngobrol sama Steve, deh!' aku kaget. Mengapa Ario berkata seperti itu? tatapku heran.
'Steve baru saja putus sama pacarnya. Katanya, sih pacarnya punya cowok baru disana. Kamu, kan satu-satunya cewek yang dekat dengannya. Tolong dong, ajak dia bicara. Jangan sampai masalah itu mengganggu pikirannya. Jujur aja Ra, tanpa Steve, band ini nggak hidup, deh.' Aku menatap mata Ario. Apa-apaan ini? Aku ingin memukulnya karena mengatakan hal seperti pada saat aku bersama anggota band lainnya harus manggung. Tapi disisi hatiku yang lain, aku sangat gembira. Berarti aku masih punya kesempatan mendekati Steve tanpa menyakiti orang lain. Semangat itu … tiba-tiba bergelora. Aku menatap Steve yang siap-siap naik ke atas panggung. Steve balas menatapku. Ada sesuatu yang berpendar disana, sesuatu yang lama aku cari. Dengan penuh keyakinan, aku mengikutinya, mengambil mike, menyanyi, dan memberikan kemenangan untuknya. Steve, cinta itu selalu menang!
::santie::